pacman, rainbows, and roller s
 
Potret Keseharian Bung Karno; Kesaksian Mangil (3)

Bikin Sendiri Plat Nomor Mobil REP 1

Bung Karno yang flamboyan ini ternyata pernah ’’melanggar’’ peraturan lalu lintas. Apakah Bung Karno melanggar lampu merah atau ngebut? Bukan. Bung Karno membuat plat nomor mobil sendiri. Plat nomor tersebut adalah REP 1. Padahal, polisi telah melarang. Selain itu, tangan Bung Karno juga terjepit pintu mobil sehingga berdarah. Dia juga terseret mobil. Bagaimana ceritanya? Berikut lanjutan kisah-kisah kecil Bung Karno sebagaimana ditulis Mangil dalam Kesaksian tentang Bung Karno 1945–1967.

PALING tidak, ada satu perbedaan antara plat nomor mobil dinas Bung Karno dengan plat nomor mobil dinas Soeharto. Plat nomor mobil Bung Karno adalah REP 1. Sementara, plat nomor mobil Soeharto, pria yang pernah mendapat gelar bapak pembangunan Indonesia itu, adalah INDONESIA 1 atau B 1.

Dari mana Bung Karno mendapatkan plat nomor nyentrik tersebut? Dari pihak kepolisiankah? Ternyata bukan. Bung Karno yang berpostur tinggi besar ini membuat sendiri plat nomor tersebut. Ceritanya, Bung Karno baru pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Ketika itu, ibu kota Indonesia memang dipindahkan dari Jakarta ke kota gudeg itu.

Suatu hari, Mangil diperintah Bung Karno untuk minta plat nomor mobil kepada polisi Yogyakarta. Mangil lantas menghadap Kepala Polisi Lalu Lintas Soenarjo untuk meneruskan permintaan Bung Karno supaya mobil merek Buick yang dibawa Bung Karno dari Jakarta diberi nomor polisi REP 1. Sayangnya, permintaan Bung Karno ini tak dikabulkan Soenarjo dengan penjelasan tidak ada dalam undang-undang dan peraturan lalu lintas. Jadi, permintaan presiden ini tidak dapat dikabulkan polisi. Mangil melaporkan hal tersebut kepada Bung Karno. Setelah mendengar laporan ini, Bung Karno berkata, ’’Ya sudah, tidak apa-apa. Saya akan bikin sendiri plat nomor mobil itu.’’

Bung Karno lalu memerintah sopirnya, Arif, untuk membuat plat nomor REP 1. Setelah selesai, dipasanglah plat tersebut di mobil Bung Karno di depan dan di belakang. Plat ini selalu dipakai Bung Karno dalam perjalanan resmi dalam kota Yogyakarta dengan dikawal polisi lalu lintas anak buah Soenarjo. Dalam perjalanan ke luar daerah Yogyakarta pun, mobil Bung Karno selalu memakai nomor REP 1.

Selain mobil Buick, di istana masih ada mobil-mobil lain. Misalnya, mobil bercat sawo matang pinjaman Sri Paku Alam. Orang-orang di istana bisanya menamai mobil ini Tenno Heika. Mangil mengaku tidak tahu siapa yang memberi julukan itu pada si Coklat. Selain itu, ada mobil bercat hitam yang dipakai pejabat tinggi kepresidenan, mobil bermerek de Soto dan satu lagi bermerek Cadillac.

Masih soal cerita antara Bung Karno dan mobil, suatu ketika Bung Karno menjemput tamu negara di lapangan terbang Kemayoran. Saat Bung Karno dan tamu dari luar negeri ini naik sedan terbuka, terjadi kecelakaan kecil. Ceritanya, Sugandhi, ajudan Bung Karno, tiba-tiba menutup pintu. Padahal, Bung Karno masih meletakkan tangannya di pintu tersebut. Terjepitlah tangan Bung Karno. Tangan Bung Karno terluka dan mengeluarkan darah.

Tentu saja sakit sekali. Meski begitu, untuk menjaga agar tamunya tak ikut gelisah, Bung Karno tetap tertawa dan melambaikan tangan kepada rakyat yang ikut menjemput tamu agung tersebut. Sesampai di Istana Merdeka, Mangil langsung menuju rumah Dokter Auw Eng Liang, dokter pribadi Bung Karno yang terletak di Jalan Krekot. Auw langsung diajak ke istana untuk mengobati Bung Karno.

Selain terjepit pintu mobil, Bung Karno juga pernah terseret mobil. Suatu ketika Bung Karno yang bergelar insinyur itu turun dari mobil di serambi Istana Merdeka. Tiba-tiba sopir memajukan mobil dengan cepat. Bung Karno pun terseret untuk beberapa saat. Melihat kejadian ini, pengawal langsung berteriak meminta sopir menghentikan mobil.’’Stop, stop, stop,’’ teriak pengawal.

Sejak kejadian itu, sopir Bung Karno diharuskan selalu turun dari mobil sebelum Bung Karno menginjakkan kaki ke tanah. Begitu juga sebaliknya. Sopir baru naik setelah Bung karno duduk di mobil.

Bung Karno ini juga mempunyai kebiasaan yang unik. Ia selalu memukul-mukul kap atas pintu mobil yang akan dinaiki. Ada yang mengatakan bahwa Bung Karno selalu selamat dari bahaya, termasuk upaya pembunuhan, karena bila akan naik mobil, mobilnya selalu dipukuli. Sebetulnya bukan begitu. Mangil menuturkan ini karena pengalaman masa lalu.

Dulu, waktu mau naik mobil, kepala Bung Karno terbentur pinggiran pintu atas mobil sehingga Bung Karno merasa sakit sekali kepalanya. Sejak itu, Bung Karno meminta Mangil agar semua anggota pasukan pengawal yang bertugas menjaga Bung Karno untuk mengatakan,’’Awas pintu, Pak.’’

Mendengar peringatan pengawal ini, biasanya Bung Karno menjawab, ’’Yoooo,’’ sambil memukul kap atas pintu mobil. Setelah memukul kap ini, Bung Karno terus masuk dan duduk. Anggota polisi pengawal pribadi yang sering duduk di dalam mobil Bung Karno adalah Letkol Soedarso. Tentu saja, masih ada perwira-perwira lain yang ditugaskan untuk duduk di dalam mobil bersama Bung Karno.

Suatu saat, Bung Karno marah sekali dan memanggil Mangil. Setelah menghadap, Mangil diperintah mengumpulkan semua anak buahnya. Begitu berkumpul, semua berdiri berjejer. Mangil, sebagai komandan, berdiri di posisi paling kanan. Bung Karno memasuki ruangan dan hampir beradu muka dengan Mangil. Tiba-tiba Bung Karno menempeleng pipi Mangil dengan tangan kanannya. Tidak hanya itu. Semua anak buah Mangil juga ditempeleng. Mangil pun berkata kepada Bung Karno, ’’Saya mohon Bapak sabar dulu...’’ Belum habis Mangil menyelesaikan kalimatnya, Bung Karno dengan marah membentak Mangil. ’’Diam,’’ kata Bung Karno dengan nada tinggi.

Setelah itu, Bung Karno meninggalkan pasukan Mangil dan menuju ruang lain. Begitu Bung Karno menghilang dari pandangan, semua anak buah Mangil bertatapan satu sama lain sambil tertawa kecil. Mereka ini merasa bahagia karena mendapat ’’hadiah’’ dari Bung Karno. Bayangkan, tak ada manusia di Indonesia, bahkan di dunia, yang pernah ditempeleng Bung Karno. Kecuali ketujuh anak buah Mangil ini. Setelah kembali ke Istana Merdeka, Bung Karno memanggil Mangil. Bung Karno berkata, ’’Mangil, kau mau tidak memaafkan bapak? Bapak meminta maaf kepada anak buahmu. Ternyata, Bapak berbuat salah kepada anak buahmu.’’

Bung Karno mengucapkan kata-kata itu sambil tersenyum. Mangil pun menjawab, ’’Tidak apa-apa, Pak.’’ Sejurus kemudian, Bung Karno merangkul Mangil. Setelah itu, Mangil pamit. Begitulah Bung Karno. (moh. susilo)