XtGem Forum catalog
 
TERHADAP REVOLUSI INDONESIA" (3/4)

ISTIQLAL (9/9/98)#

BUNG KARNO: "BAPERKI SUPAYA MENYADI SUMBANGAN BESAR TERHADAP REVOLUSI INDONESIA" (3/4)

Nah, aku bertanya kepada anggota-anggota Baperki, sudah kah Saudara-Saudara sekalian demikian? Sebab kita ini semuanya sudah seia-sekata mengabdi Revolusi, mengabdi kepada Amanat Penderitan Rakyat yang harus dilaksanakan berdasarkan atas Manilpol, berdasarkan atas Usdek dan lain-lain sebagainya.

Persatuan Bangsa yang saya sebutkan berulang-ulang itu sebenarnya sekadar alat, Saudara-Saudara. Saya berkata di JAREK.. JAREK itu singkatan dari "Jalannya Revolusi Kita", yang saya katakan sepertimalaikat-, di dalam JAREK saya sudah berkata, persatuan adalah mutlak, absolut untuk mencapai tujuan kita. Jikalau kita benar-benar hendak menyelesaikan Revolusi kita, kita harus bersatu. Jikalau kita hendak benar-benar ingin menjadi mercusuar didalam hidup manusia di dunia ini, kita-harus. bersatu. Dan di dalam hal persatuan ini saya berkata, saya menghendaki supaja di dalam persatuan segala unsur bangsa Indonesia itu disatukan. Suku apa pun, ya suku Sumatera, ya suku Jawa, ya suku Kalimantan, ya suku Bali, ya suku apa pun, bersatu lah. Agama apa pun yang dipeluk oleh rakjat Indonesia ini, bersatu lah, dan jangan lah berpecah-belah di atas perlainan-perlainan agama itu. Asli atau tidak asli, bersatulah. Persatuan adalah mutlak, Saudara-Saudara.

Nah, maka oleh karena itu di dalam kita sekarang hendak melanjutkan Revolusi kita ini berlandaskan Manipol dan Usdek, dalam hal ini saya berkata, persatuan tetap mutlak, maka saya menghendaki agar supaja seluruh waragnegara, tanpa perbedaan asli atau tidak asli, tanpa perbedaan agama, tanpa perbedaan suku, semuanya di-Manipol-kan; semuanya kita mengerjakan Manipol dan Usdek itu!

Sampai kepada sekolah-sekolah, yangan pun universitas-universitas, kepada sekolah-sekolah yang sedang melatih kita punya cindil-cindil abang (anak tikus --red.). Saudara-saudara, harus sudah di-Manipol-kan. Cindil-cindil kita yang duduk di bangku sekolah, Manipol-kan. Apalagi yang sudah gerang-gerang (besar), tua bangka seperti kita ini, Manipolkan semuanya! Nah itu lah, Saudara-Saudara, sebabnya, maka saya di sini pun minta kepada Baperki supaja bekerja keras di lapangan ini. Sekarang ini, sebagai tadi sudah saya katakan, Triprogram pemerintah itu satu belum terlaksana. Sandang-pangan. Dan memang ini adalah satu soal yang sulit, tetapi harus kita atasi. Dan sebagai dikatakan oleh Cak Roeslan tadi, pemerintah, dan terutama sekali presidennya, perdana menterinya, Bung Karno-nya telah berketetapan hati untuk terutama sekali berdiri di atas pengerahan tenaga rakyat.

Oleh karena itu maka Panca Program Front Nasional yang sudah saya katakan harus dilaksanakan oleh Front Nasional itu diintegrasikan di dalam usaha kita melaksanakan Triprogram Pemerintah ini. Baperki saya harap benar-benar membantu terlaksananya Pancaprogram Front Nasional itu, oleh karena dengan terlaksananya Panca Program Front Nasional, kita membantu juga terlaksananya seluruh Triprogram Pemerintah.
Saudara-Saudara, Revolusi berjalan terus, dan revolusi kita ini sebagai yang sudah saya katakan bukan revolusi kecil-kecilan, revolusi Pancamuka kataku, bahkan jikalau dipikir lebih luas, sebetulnya kataku, pada waktu aku berpidato kemarin-kemarin dulu---apa waktu itu ya, di Istana Negara, seminar Hukum Nasional--sebetulnya revolusi kita ini bukan lagi Pancamuka, panca itu lima, bukan cuma lima, jaitu Revolusi Politik Revolusi Nasional, Revolusi Ekonomi, Revolusi Sosial, Revolusi membentuk Manusia Baru, lima, tidak, sebenarnya revolusi kita itu ada lebih dari lima muka. Maka boleh dikikatakan Revolusi Saptamuka, sapta itu artinya tujuh. Bisa dinamakan hastamuka, hasta itu delapan. Boleh dinamakan dasamuka, dasa yaitu sepuluh.
Pendek kata revolusi kita ini adalah benar dikatakan satu revolusi multikompleks. "A summing up of many revolutioes in one generation".

Revolusi Indonesia itu adalah satu "nation building" Indonesia yang sehebat-hebatnja. Itu, nation building Indonesia yang sehebat-hebatnya. Dan didalam hal usaha nation building itu, segala unsur-unsur darispada nation buiIding harus diilaksanakan. Apa unsur nation building? Bukan sekadar soal ekonomi bukan sekadar soal politik, bukan sekadar soal kultur, bukan soal nama, tidak nation building adalah satu pekerjaan yang multikompleks pula.
Tujuan dari Revolusi Indonesia adalah nation building In donesia. Nation building bukan didalam arti yang sempit, sekadar membentuk satu "nation" Indonesia. Tidak lebih dari itu pula.

Nation Indonesia yang bahagia, nation Indonesia yang berkepribadian tinggi, nation Indonesia yang hidup di dalam satu masyarakat adil dan makmur tanpa exploitation de l'homme par l'homme. Nation building dalam arti yang seluas-luasnya. Nah, ini yang kita kerjakan
sekarang ini, Saudara-Saudara. Oleh karena itu saya berkata, jangan lah kita-jikalau kita hendak mendirikan nation Indonesia dalam arti yang luas itu- jangan kita masih berdiri di atas dasar-dasar yang usang, yang tadi disebutkan oleh Pak Roeslan Abdulgani.
Sudah pernah saya terangkan, kekuasaan imperialisme dulu di Indonesia apa?
Negeri Belanda yang pada waktu itu rakyatnya hanya 6 juta, telah mengalahkan satu bangsa yang 40 juta. 6 Menjadi 7, 40 menjadi 50. 7 Menjadi 8, 50 menjadi 70. 8 juta menjadi 9 juta, sini menjadi 80 juta. Sekarang di sana 10 juta, sini 100 juta.

Pada waktu, imperialisme Belanda mengekang, mengereh, mengalahkan Indonesia, rakjat kecil mengalahkan Indonesia dengan apa? Saya sudah berkata, baca lah kitab dari Sir John Seeley. He, mahasiswa-mahasiswi, Sir John Seeley, menulis satu kitab yang ia beri judul 'The Expansion of England". Dan di situ persis ia terangkan juga, bangsa Inggris di India itu berapa orang? Hanya 40 ribu orang Inggris di India bisa mengalahkan satu rakyat yang 230 juta orang. 40 ribu mengalahkan 230 juta orang, dengan apa? Dengan alat-alat terutama sekali memecah-belah bangsa India itu, divide and rule, divide et impera.

Persis di sini pun gterjadi demikian. Di sini pun berjalan pemecah- Belahan. Di sini pun berjalan divide and rule. Oleh karena itu pernah saya beberkan segala usaha dari imperialisme ini dengan berkata, kekuasaan imperialisme itu ada dua macam. Dalam bahasa asingnya machtsfactor. Macht yaitu kekuasaan. Factor kekuasaan imperialisme itu dua macam. Ada yang riil, ada yang abstrak. Ada yang bisa dilihat, bisa diraba, ada yang tak bisa dilihat, tidak bisa diraba. Yang riil yaitu machtsfactor, power factor yang riil. Apa itu? Angkatan perangnya, polisinya, penjara-penjaranya, bedil-bedilnya, meriam-meriamnya, itu ada lah power factor, machtsfactor yang riil.
Tapi ini tidak besar, Saudara-Saudara; lebih besar daripada machtsfactor yang riil ini adalah machtsfactor yang abstrak, yang tidak bisa dilihat, yang tidak bisa diraba. Dan machtsfactor yang abstrak ini apa kah, Saudara-Saudara? Terutama sekali ialah divide and rule policy, pemecah-belahan suku dihasut benyci kepada suku yang lain. Tidak ada persatuan, tidak boleh ada persatuan antara suku-suku Indonesia. Dan tidak boleh ada persatuan antara mayoritas dan minoritas. Dipisah-pisahkan majoritas dari minoritas. Malahan dibentuk minoritas yang benci kepada mayoritas dan dibuat majoritas ini benci kepada minoritas.

Kalau Saudara ingin mengetahui terjadinya minoritas, yang dinamakan minoritas Peranakan Tionghoa, minoritas Tionghoa di Indonesia ini, pemuda-pemuda, baca lah kitabnya Prof de Haan. Prof de Haan menulis kitab tebal, tiga jilid, titelnya yaitu "Priangan", ditulis oleh Prof de Haan. Dan di situ Prof de Haan menerangkan, bahwa pihak Belanda dari jaman Jan Pieterszoon Coen membentuk satu minoritas untuk kepentingan mereka itu. Satu minoritas yang terdiri dari orang-orang Tionghoa dan Peranakan Tionghoa.
Dengan sengaja dipisahkan dari mayoritas. Dengan sengaja dipergunakan untuk kepentingan pibak Belanda sendiri. Dan ini merembes terus-menerus sampai jaman yang akhir-akhir ini, rasa tidak senang antara minoritas dan majoritas, majoritas terhadap minoritas. Sampai-sampai yang Thiam Nio itu tadi tak bisa kawin dengan Bung Karno! Ya, dari pihaknya tidak mau, tidak boleh kawin sama orang Jawa, dari pihak saya pun tidak boleh kawin dengan Peranakan Tionghoa.

Saudara-Saudara, bagaimana pun juga ini adalah akibat dari kolonialisme, akibait dari imperialisme. Maka oleh karena itu, Saudara-Saudara, kita didalaml Republik Indonesia, di dalam alam baru ini kita harus sama sekali tinggalkan dasar yang salah ini. Kita membentuk nation Indonesia yang baru, yaitu sebetulnya pun kelima dari Pancamuka Revolusi Indonesia ini. Dan di dalam hal ini Beperki bisa bekerja keras, bisa memberi sumbangan yang sebesar-besarnya.
Terus terang saya, Saudara-saudara, saya pernah bicara dengan, bukan saja bicara, saya pernah berada di beberapa negara sosialis. Ya di Soviet Uni, ya di Rumania, ya di Bulgaria, ya di Vietnam Utara, ya di Cekoslowakia, ya di Polandia Malah saya di negara-negara itu berkata, hhh, Republik Indonesia lebih jauh dari kamu di sini.
Pernah di kota Hanoi, ibukota negara Vietnam Utara, saya dengan Pak HO, Paman Ho, Ho Chi Minh. Datang lah suatu delegasi, Saudara-Saudara, satu delegasi dari satu golongan minoritas. Dan kelihatan, memang ini tidak sama dengan rakyat Vietnam yang lain. Ini kelihatannya agak kemelaju-melajuan, potongan badannya, roman mukanya, pakaiannya dan lain-lainnya kelihatan benar, ini adalah beda dari rakjat Vietnam Utara yang lain-lain.
Pak Ho, Ho Chi Minh, Paman Ho dengan bangga berkata kepada saya: "Bung Karno, ini adalah delegasi dari minoritas, ingin bertemu muka dengan Bung Karno". Saya berkata kepada delegasi itu, dan kepada Pak Ho saya berkata, sebetulnya di Indonesia kita tidak mengenal minoritas. Dan saya tidak mau mengenal minoritas di lndonesia. Di Indonesia kita hanya mengenal suku-suku.
Saya tidak akan barkata, suku itu adalah minoritas, suku itu adalah minoritas, suku itu adalah minoritas, suku Dajak adalah minoritas, suku Irian Barat adalah minoritas, suku yang di Sumatera Selatan itu -suku Kubu- adalah minoritas, suku Tionghoa adalah minoritas, tidak! Tidak ada minoritas, hanya ada suku-suku, sebab mnanakala ada minorltas, ada mayoritas. Dan biasanya kalau ada majoritas, dia lantas exploitation de la minorite par la majorite, exploitatie dari minoriteit majoriteit.

Saya, tidak mau apa yang dinamakan golongan Tionghoa, Peranakan Tionghoa itu di-exploitation oleh golongan yang terbesar dari rakyat Indonesia ini, tidak! Tidak! Engkau adalah bangsa Indonesia, engkau adalah bangsa Indonesia, engkau adalah bangsa Indonesia, kita semuanya adalah bangsa lndonesia.

Itu, yang duduk di sana, jenggot ganteng ubel-ubel itu .... Bung dari mana, Bung? Dari Medan? Dari mana? Coba sini! Siapa namanya? Jawabnya, Amar Singh, katanya. Anggota Baperki. Warga Indonesia. Haa, Indonesia! For me you are not a minority, you are just an Indonesian. Haa, ini orang Indonesia, Saudara-saudara, bukan minoriteit!
Saya kata Sama Paman Ho, di Indonesia itu paling-paling ada suku-suku. Suku itu apa artinya? Suku itu artinya sikil, kaki. Ja, suku artinya kaki. Jadi bangsa Indoaesia itu banyak kakinya, seperti luwing, Saudara-Saudara. Ada kaki Jawa, kaki Sumatera, kaki Dayak, kaki Bali, kaki Sumba, kaki Peranakan Tionghoa, kaki Peranakan. Kaki dari satu tubuh, tubuh bangsa Indonesia.

Nah, Pak Ho, kataku, demikian lah Indonesia. "Ja, that is better", kata Pak Ho.
Ya memang, itu lebih baik, Saudara-Saudara, karena itu aku tadi berkata, ya kami baagga, Indonesia lebih, lebih dari di negara-negara sosialis atau negara-negara yang kita kenal sebagai sosialis. Tetapi, Saudara-Saudara, segala hal itu sebagai saya katakan di dalam pidato Front Nasional, adalah satu perjoangan. Jangan mengharap segala sesuatu itu beres, datang dari langit seperti embun di waktu malam, tidak! Perjoangan! Jikalau umpamanja Saudara-Saudara atau rakyat Indonesia semuanya ingin supaya di dalam UUD 45, UUD kita sekarang ini jangan lah ditulis "Presiden Republik Indonesia haruis orang Indonesia asli", berjoang lah agar supaya hilang perkataan ini! Rakyat Indonesia berjoang bersama-sama supaya perkataan "asli" dari UUD 45 ini dicoret sama sekali. Begitu pula kalau saudara-saudara menghendaki sdekarang ini hilangnya perasaan tidak enak dari mayoritas atau minoritas, kalau Saudara merasakan dirinya minoritas, itup un memerlukan perjoangan. Perjoangan agar supaya hilang rasa tidak senang kepada minoritas. Sebaliknya pun minoritas saya minta berjoang, berjoang, sekali lagi berjoang, agar supaya tidak ada rasa kebencian dari minoritas kepada majoritas.